Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Kita Adalah Cinta

Kembali ku tatap dua bola mata yang sama  Di teduh rapuh tajam sorotnya  Pada rengkuh-rengkuh yg seolah adalah doa  Lantunan khusu' dengan isian lama  Memohon kelak dapat hidup berdua Kau dan aku sebagai kita  Kita yang kecil di dunia seluas ini  Kita yang dingin pada pagi tak bermentari  Dan kita yang asing dibelantara tak bertepi  Tapi,  Kita yang bukan apa-apa adalah arti  Kita lebih dari jauh yang tak terpahami  Lebih rumit dari yang belum diketahui  Bahkan saat kita tiba pada massa saling menyanyangi Kita akan lebih dari abadi. 

Harap Dan Lupa.

Ini adalah rintik yang kesekian  Pada malam setelah ucap kau lupakan  Hingga genap rindu kau abaikan  Aku bergumam pada bayang yg kau tinggalkan. Begitu tak berartinyakah segala yg sempat kita lewatkan Atau mungkin aku yg salah mengartikan Tentang apa-apa dengan diriku yg bukan siapa-siapa Aku tertawa gila Aku semata lupa  Kala sendiri menikmati kewarasan yang binasa  Saat berdiri berkaca pada keruhnya arti bahagia  Beringin tatap dari bola mata yg sama  Berpikir memiliki aliran cinta dari telaga yg kau punya  Aku khilaf,  Mencintaimu hingga memaksa balas  Berujung tangis diantara samudera lepas  Sampai lupa dimana darah dan nanah berbatas. 

Percaya Saja

Aku tak tau sejak kapan rasa yang ada padaku aku tak paham dari kapan kamu ku inginkan aku juga tak mengerti mulai kapan ini terjadi Hanya tiba-tiba aku ingin menjadi yang penting tiba-tiba berharap lebih padamu yang asing kepadaku, pulanglah... kepadaku, menepilah... tenangkan hatiku yang gundah kuatkan hatiku yang lelah pada jatuh cintaku padamu yang pasrah untuk menjadikan kita sebagai yang indah percaya pada kita sebab berdua kita akan bahagia bersama kita adalah selamanya percaya saja :)

Bukan Kebetulan

Tak ada kebetulan pada jauhnya kata satu bulan Tak ada kebetulan pada garis yg mentakdirkan kebersamaan Juga tak ada kebetulan pada harap yg kini adlh jelma kebahagiaan Sungguh, tak pernah ada kata yg erat tercipta dr sebuah kebetulan Sejak pertama mataku kau tatap Hingga kini tiba pada detik tubuh ini kau dekap Memaksa musim membawa tawa dg rangkap Sampai pada kata yang tak butuh lagi saling terucap Sebab, kebahagiaan kini bagiku adalah lengkap Maka, terimakasih atas kehadiranmu disini Trimakasih atas senyum yang selalu kau beri Terimakasih pada segala rasa yang entah harus kusebut apa ini Terimakasih...

BATAS MAAF.

Kita di ujung maaf Berkali-kali mengulang hal yang sebenarnya tak pantas Melewati garis yang harusnya disebut batas Hingga tangis memecah hening kian tandas Selayaknya tuntas Hanya doa teriring pahit dan manis bebatuan cadas Lalu, Bersama kita remas Menikmati malam penuh cemas Menghargai cinta sekalipun tanpa paras Biar segalanya selaras Pada jerit amarah yg berseru keras.

Harap Pertemuan

Tuhan, Jika ini tentang perpisahan, aku belum bisa merelakan. Jika harus di undur adanya pertemuan, ku percayakan hatiku untuk sabar. aku tak pernah berusaha untuk ingkar hanya waktu belum tepat mewujudkan segala ikrar biarlah kali ini rindu habis terbakar biarlah penantian hangus menjadi arang sebab kebersamaan belum sempat terulang maka sisakan aku sebuah keyakinan tentang manisnya senyum yang kelak akan berkembang tentang hangat tawa yang saat ini susah payah kami tabungkan.

Akhir Kisah Kita

Kita, kita pernah bahagia diantara luka-luka yang kini ada kita pernah tertawa atas perih tangis dan noda-noda dan kita juga sempat bersama antara pergumulan asa itu semua benar-benar kita, Aku yang ada namun tak terjamah mata kamu yang hadir tapi seolah di jauhkan oleh takdir. Kita, kita yang ada namun tiada kita yang tertawa bersama tapi tak tau sebabnya kita yang saling bertatap mata akan tetapi sering kali lupa pada sandaran yang sama dan masih tetap kita. Bersama kita mewarnai dunia berdua kita rampungkan teka-teki yang ada meski diujung cerita ada yang tak bisa kita baca dan kita hanya bisa berusaha mengeja lalu menyadari akhir ceritanya bahwa yang tersisa hanya 'derita'.

Tentang Kamu

Kamu, jelma yang terasa kian semu, wujud yang berparas takut, raut yang hadir bersamaan carut marut kamu penunda senja kala mega merona pemanis kopi di penghabisan gula sore ini masih kamu, pencipta lagu saat angin tak lagi merdu peneduh rindu pada hujan diujung kelabu tak ada lagi selainmu meski aku hanya awan ketika kau adalah hujan aku hanya kunang-kunang ketika kau berubah malam tak lain sekalipun laut tak lagi asin tak bukan sekalipun hutan tak sedikitpun berdahan.

Palsu

Dilirik lagu yang pernah kau ciptakan untukku itu palsu, Dibait-bait puisi yang kau tuliskan untukku itu palsu, juga rangkaian mawar yang dulu kau kirimkan untukku itu palsu!! Tak ada yang benar tak perlu lagi menyangkal sudahlah... sudah tak usah lagi pergi, bawa serta kepalsuanmu beranjak dari sini aku tak mau lagi pergi, cukup aku disini sendiri cukup tak ingin lagi jadi cukup semua sampai disini jangan pernah kembali.

Tiada Yang Salah

Bisakah cintaku ini disalahkan bisakah rinduku ini disebut kekeliruan sedang semua suratan Tuhan sedang seluruh rasa sudah digariskan aku hanya dititipkan sedikit peran aku hanya bertugas menyelesaikan skenario yang disiapkan serta kontrak-kontrak yang sudah bertanda tangan aku bukan seorang artis aku juga tak butuh berpura naif jika memang perlu aku akan menangis

Kau Dan Bahagia

Mataku berkaca-kaca peluhku tak kuasa tertahan dalam dada hingga terjatuh tepat dibalik jendela tak ada lagi canda tak hadir lagi tawa sebab kau tlah sudah dengannya kebersamaan kita adalah mustahil adanya lupakan saja, biar ku tanggung seluruh lara biar ku pendam pedih hanya di ujung kata biarkan semua aku yang rasa biar saja kau tetaplah bahagia iya, bahagia kau harus terus bahagia.

Cuma Boneka

Atau aku hanya boneka kecil bagimu Kau peluk aku saat kau mau Kau dekap aku kala kau rasa rindu Dan menangis mengadu ketika kau tak tau pada siapa mesti mengadu. Tapi sering kali kau menaruhku di pojok ruangan Kau sisihkanku bila hatimu bosan Sadarkah kau aku kau lukai Taukah betapa bayak duri-duri yang kau tancap disini Aku tak butuh jawaban Setidaknya sedikit saja kau bisa mendengarkan Seberapa perih luka-luka yang kau ciptakan

Belum Ada Judul

Sayang, Betapa hebat aku tersentak Menyaksikan kau telanjangi keyakinanku yang retak Mengabaikan seluruh gemuruh terdesak Jalan begitu tandus sayang Mungkin terlalu bosan menunggu hujan Begitu lelah atas segala penantian Sama persis dengan pengharapanku yang kau binasakan Ini kematian sayang Kala janji menjelma racun dan membungkam kenyataan Ketika seribu topan badai dengan hangat kau sajikan Adakah yang lain yang pantas kusebut pilihan Sedang sejauh perjalan sebatas ini yang kutemukan Jadi, mungkin harus ku coba menghentikan Sebab tak mungkin lagi dengan apa yang kusebut kebahagiaan.

Menerima Kenyataan

cintakah ini, yang mengalir sepi pada deru nadi cintakah ini yang enggan kembali tat kala mentari menghampiri atau apakah ini tak ada jawab yang ku temui tak ada harap yang bisa ku hampiri sedang sendiri terlanjur mengiringi pada tiap-tiap kecemasan pada rintik-rintik hujan yang kebasahan kau datang menawarkan persinggahan kau hadir bersama angan yang kau bumbungkan tinggi, hingga lupa dimana letak daratan yang tercipta hanya hayal kebahagiaan memang tak perlu ada yang disesalkan tak usah ada lagi yang dicemaskan tapi masih ada yang harus terus kutanamkan bahwa pada akhirnya aku mesti menerima kenyataan bahwa aku mesti siap pada perpisahan sebab, perlawanan hanya sebuah kesia-siaan.

Ingin kumiliki

Mungkin bertemu denganmu adalah sebuah takdir yang keberadaanmu kini bagai lapisan atmosfer hingga tiap detak hanya tentangmu yang terpikir untuk berlindung pada pelukmu yang kuharap terakhir tapi, jangan tanyakan nyali sebab ku tau kau tak sendiri meski inginku miliki sepenuh hati meski ingin kusayangi tanpa terbagi aku pada roda yang tanpa daya mengatur gerak yang sedikit lama memutar hayal yang tak mungkin nyata jadi jangan lagi kau ucap kata cukup peluk aku lebih mesra dekap aku lebih lama cukup itu saja.

Bimbang

Entah dimulai dari kapan entah seperti apa garis pada tangan dan juga entah bagaimana hujan berpeluk awan aku berhenti pada entah, ketika jamah-jamah mulai terurai indah sejak hangat salam menjelma kedamaian apalagi yang pantasnya aku risaukan selain dari menanti pertemuan selain menunggu hari untuk kita saling bertatapan bisakah ini dikatakan benar sedang sejauh ini hanya harap yang ku genggam sepanjang rasa ini dengan sendirinya kubutakan kejatuh cintaan

keasingan yang hilang

Ada yang tiba-tiba hilang dan sepi saat ku eja namanu Sukmamu hilang ditelan tanda-tanda yang nyaris tak ku kenali Aku risau, Untuk kemudian tenggelam dalam kemarahan Masih sangat ku ingat Kau ku jerat, aku kau ikat. Tapi hanya pada bait-bait yang laknat. Kini aku dalam pelarian yang paling sepi, Paling sunyi, bertahan disisi paling nyeri. Tapi masih ada sedikit yang tersisa Sebuah tanya, Seuntai pesan yang tak sempat terbaca Hanya sesak didalam dada. Lalu terdiam Membiarkan bayang luput dari ingatan Agar kau tenang Agar jejak-jejakmu tak menjelma kerinduan lebih dalam.

belenggu

Tali ini, Melilit pahit pada pergelangan kaki Mengikat erat aliran nadi Memaksa darah hanya sampai disini, Sesaat terkutuk Hingga pasung merubah bentuk Aroma busuk semakin hangat memeluk Disela-sela rindu terkantuk Biar saja Mungkin tutur bahasa sudah bukan jalanya Atau bahkan anak sungai sudah lupa arah lautnya Masih tetap merasa yg paling benar dan menerka-nerka. Ah... Entahlah, Hingga malam yang larut tiba.

Sebab Semua Salahku

Hanya ku tau tak akan bisa kembali hanya ku tau kebersamaan tak akan terulang lagi setelah segalanya ku curangi setelah yang kau beri kukhianati Tuhan mengijinkanku denganmu tapi mungkin hanya untuk waktu itu bukan, aku bukan sedang bersandiwara sebab yang sebenarnya aku juga terluka padamu aku berhutang sejuta penjelasan tapi setiap kata tak pernah bisa kusampaikan mungkin karna terlalu rapat kau tutup telinga terlalu pedih duka yang kau simpan dalam dada aku tak memintamu sebuah kesempatan tapi setidaknya biarkan kuhapuskan apa yang sempat ku tanam aku tak memohon pengampunan tapi dosaku padamu tak akan bisa buat hidupku tenang.

Harus Berakhir

Sudah, jangan berpura seperti ini sudah, hentikan yang tak mungkin terjadi jangan buatku lupa diri jangan buatku bermimpi terlalu tinggi jangan, tak usah lagi. Kita harus mulai membangun batas mengakhiri kebodohan hingga tandas dan semestinya ada hal yang kita sebut pantas seperti rinduku padamu yang baiknya ku lepas aku hanya bisa berbaik bahasa merangkai kata agar hatiku tak terlalu luka aku bukan sedang tergesa tapi tak baik bagi kita berlama-lama sedang aku tau pada akhirnya akan tetap sama.

Sebab Tak Pernah Ada 'kita'

Kita larut dalam perbincangan menikmati pahit kopi di pojok ruangan bercengkrama memecah keheningan hingga lupa dimana bayang tertinggal ketika itu, sebelum harap luput dari pengawasan sesaat sebelum cinta berubah menjadi seruan kebencian aku cukup sadar kita hanya tanpa sengaja dipertemukan oleh hingar-bingar hingga hubungan yang nyata tak mungkin di kejar sekalipun waktu berhenti berputar kita adalah asing kita hanya seonggok daging yang saling berpaling dan hal yang paling sinting pernah kuharap dimatamu sebagai yang penting .

Akhir Kita

Sayap-sayap ku patah bersama sumpah serapah yang tumpah di ujung rekah-rekah yang lunas terjamah kemudian jatuh ditanah berlumur nanah Aku pernah berharap benar ku anggap bersamamu adalah getar namun hidup kita sebuah pola bisa juga masih pada dalil-dalil yang lama kerap kali ku tunggu hujan mampir namun kini jatuhnya serupa getir pada rintik garis yang mengalir lamunan kau sambarkan petir harap terlanjur memasir jadi mungkin, cintaku padamu semestinya berakhir. #SantiSitorus

Aku

Aku berlari dan menjauh Membawa tetes di sudut mata yang kian luruh Berpura bahagia setelah rasa jauh terjatuh Berpura tertawa seolah kepergianku adalah utuh Sekalipun sisa pertahanan telah runtuh Tetap raga mu tak bisa lagi ku rengkuh Di ujung hangat jemarimu ku titipkan rindu Meski pernah kau ucap semua hanya semu Meski kau kata tentang ku hanya palsu Sayang , Rintik hujan menjadi semakin tajam Dan aku tanpamu, Tanpa dekapmu, Aku dengan gigil sementara hangat nya lupa kutinggalkan bersamamu.

Kita Part-2

Kini kita berada pada titik yang berbeda, pada harap yang tak lagi sama. Kau yang terluka dan aku yang hanya bisa menangis sejadi-jadinya, kita dalam duka yang tak ada habisnya, kita dalam perih yang menunggu dimana ujungnya. Sudahlah, sampai kapan semua seperti adanya, hingga langkah yang mana ke egoisan kita pertahankan berlama-lama. Bahkan kita sendiri tak memahami semuanya, kita tak tau akan menjadi apa nantinya, jika rindu kita bangun sebagai luka, jika mimpi kita dustakan serupa lara, apa benar jika ini yang kita ingin kan, adakah yang begini yang dulunya pernah kita perbincangkan. Lekuk malam pancarkan sorot matamu yang tanpa kepedulian, hitam pelukan tak kuasa menjamah setiap desah peralihan yang disuguhkan hitam, juga kesunyian yang tak kalah bertentang pada sepi yang mulanya adalah keheningan. Kita saling mencakar, menanam luka hingga akar, bersamaan dengan segala janji yang telah teringkar. Tatap yang saling membakar, bisik lirih yang semakin memudar, kerap tak dapat mey...

Tak Bisa

Aku kembali pada keramaian Mulai mencoba mencerna arti kesendirian Memaknai arti kehilangan Setelah tentangmu adalah sebuah ketiadaan menghilang, Bukan lagi dayaku untuk menjauhkan diri dari kenyataan Hanya saja, Rindu masih setia ku genggam Harap masih lekat pada ingatan Juga mimpi, masih rutin hadir dalam perjamuan Lalu apa lagi yang perlu kita perbincangkan Sedang luka-luka tak henti di pertontonkan Derai air mata tak bosan memecah keheningan Sungguh, Sudah ku coba tuk melupakan Tapi kebersamaan yang pernah kita lewatkan terlampau dalam untuk ku hapuskan.

Kenyataan

Sayang, hujan turun lagi, persis saat kau ku antar pergi. Seperti menempatkan waktu yang tepat untuk kau ku tangisi, bagai saat yang begitu di sengaja untuk segalanya ku kenang kembali. Sayang, ku cumbu bayangmu hingga pagi, ku dekap semu hadirmu hingga tiba sang mentari. namun akankah sama padamu yang terjadi, tidak kah beda yang merintih di batas tepi, atau mungkin tiap-tiap hela nafas yang sempat kita bagi. Kita, pernah bersama disini, mencoba rangkaikan janji di waktu yang dulu bersama kita jalani, kita pernah sedekat awan dan hujan, pernah sehangat terik dan siang, betapa benar jika semua begitu sulit kita lupakan, betapa tak mudah menghapus tiap inci kenangan yang dengan bangga telah kita hadirkan. Sayang, kita tidak harus sesakit ini, kita tak mesti menciptakan cinta menjadi seluka ini, hanya perlu paku, cukup palu mematrikan kembali lekatan-lekatan di dinding merah jambu, dengan gambar sebagai memori di pojok ruangku dan ruangmu. Bukan dua bangku yang salah di letakkan waktu un...

Mengiba

Entah ini musim apa, akal ku tak bisa mencerna hangat kata-kata, hanya peluk mesra yang pernah ku jumpa dari pertemuan kita, aku tau kita tidak saling berlomba untuk lupa, tapi betapa perpisahan di ambang pandang mata. Aku memohon, aku mengiba, pada cuaca yang dingin menerpa, meminta mu untuk singgah lebih lama, merayumu tetap menjadi kita, dengan segenap asa, dengan segala do'a, aku beringin kita tetap bersama. Coba kau ingat sekali lagi, coba kau kenang sesekali, tentang hujan sore itu, tentang dekap yang kau kata hanya untukku, coba, sekali saja. Betapa rintik yang beringin kita berpeluk lebih lama, tentang cara basah menyaksikan aku kau kecup mesra, itu lah bahagia. Dan pada Tuhan, nada merdu selalu ku panjatkan, semoga kita tangguh untuk tetap bertahan, kita kuat lewatkan peluru yang senantiasa menghujam, di segala keadaan, di segala rapuh yang sekuat tenaga kita perjuangkan. Bukan sekedar harap di perdsimpangan jalan, bukan hanya mimpi yang hilang di telan pahit kenyataan. Ma...

Aku Hilang

Sayang , musim dingin datang, waktu terasa jauh lebih panjang, entah kapan titik temu akan datang, tapi saat ini aku merasa hilang, aku di telan hitam keadaan. Sayang , musim membekukan ku, merayap perih di celah batinku, menyusup dalam tumpukan rindu yang kian menyiksaku, dalam sayu, dalam pilu, rasa takut pun menggelayut dalam batinku. Aku merasa hilang, sayang . Aku hilang di telan laut kedustaan, yang terbangun bersama hiruk pikuk kepalsuan, sayang . Aku hilang, aku hilang bersama cinta yang masih ku genggam. Sayang, aku hilang, aku hilang tanpa bisa memperbaiki segala yang kita lewatkan. Maaf, juga tak pernah sempat aku ucapkan, tapi sungguh, sayang . Aku telah hilang oleh kerinduan yang pernah kita ciptakan, aku hilang membawa harap yang pernah kita perbincangkan. Aku hilang, hilang sebelum segala wacana tertuntaskan, hilang berteman bayang hitam yang setia dalam riuh penyesalan, sayang . Aku benar-benar hilang, di renggut perpisahan jalang. Sungguh, aku hilang, sayang . Jika ...

Dia Dan Kita

Aku tak bisa berdiri diantara kau dan dia Aku tak bisa mengabaikan luka-luka yang ada Aku tak bisa... Aku tak bisa dustai keduanya, Saat kau ucap cinta Lalu, dia siapa? Saat kau dekap aku mesra, Lalu, yang disana kau anggap apa? Sungguh aku tak bisa! Aku benar-benar tak bisa!! Andai kau tak hadirkan kita Andai kita tak pernah ada Mungkin tak akan seperti ini ceritanya Ketika kau bersamanya, aku berpura bahagia Aku sebagai siapa? Atau mngkin semua sebatas permainan saja kau mengelabuinya, dan kau dustakan kita. iyaa... aku tak pernah tau yang sebenarnya.

kita

Kembali kuterima kenyataan pahit, ku telan mentah rasa sakit, Beputar ditempat yang sama, Bernaung dengan raga yang berbeda, Tapi tetap dengan kisah yang begini adanya, Sayang ...benarkah kebersamaan kita jalang, Apakah ini yang kau inginkah, Bunuh saja semuanya, Jangan sisakan tuk tenggelam bersama malam. Kali ini ku coba menenangkan diri, Berusaha mengingat satu demi satu yang kita lewati; Adakah  aku terbodohi, Atau mngkin aku yang tak pandai membawa diri, Hingga harus kembali pada cerita yang seperti ini, Di bawah ranting kering aku berbaring, Membawa diri yang kian terasing, Di tengah keramaian yang bising, Ku pertanyakan rindu yang hampir sinting. Sayang , fajar menjelang, aku terjaga menantimu pulang, Aku berbagi mimpi dengan hitam bayang, bolehkah kisah kita terceritakan. Langit berbahasa, riuh angin serat akan makna, antara dua jiwa, dua raga dengan langkah yang sama. Kita begitu berbeda, kita terlalu tak sama, hingga akhirnya kita serupa buta, aku yang tak paham kita...

cemburu

Aku cemburu, Pada kilau cahaya yang menjilatmu dengan mudahnya Aku cemburu, Kala hembus udara memelukmu dengan bebasnya Aku juga cemburu, Pada malam hitam yang mengecupmu dengan lelapnya Cemburuku dimana-mana Cemburuku beringin dengan hebatnya Aku cemburu, Aku cemburu dengan pagi yang senantiasa menyapamu Aku cemburu pada mimpi usang yang semaunya merasuk ditidurmu Sungguh aku cemburu sayang! Ingin kubunuh semua yang dengan seenaknya menyentuhmu Ingin kubinasakan semua yang merebut detikmu dari jangkauku Sebab cemburu, Sebab cemburuku meminta itu Cemburuku memindai akal sehatku Cemburuku mengasai atas segala warasku Dan sebab cemburuku terlalu mencintaimu. S.S

luka

dimalam yg hujan, diujung rintik-rintik kebasahan aroma padu padan menerkam memeluk gelisah teriring salam pada gelap rinainya bersahutan mengerang indah dibuai kegelisahan dibangunkannya puing bahagia meronta-ronta sepotong luka bilamana daun yang gugur adalah cinta lalu bagimana bisa ranting melanjutkan hidupnya atau mungkin cinta baru sudah bertumbuh padanya lupa pada perih n sakit yang pernah ada.

penantian

aku bersama senja yg niurnya meronta berbaris rapi antara doa-doa memanjat harap yang tetesnya berkarat berbaring dalam rindu yang pucat berteman buih-buih kehampaan berkasih penantian serdan dialiran ciutnya nadi tertahan bulir-bulir mesra keangkuhan terkapar, terdampar, tertampar, tersandung liar dan bait-bait tak sempat tergelar.

biar saja

yaa...aku adalah pasir, berdesir tergulung air hingga kering menanti untuk terombang-ambing di detik yang kadang membawaku terasing disatu purnama, setelah senja merona, masih tak ada yang berbeda, tentang makna yang serat terbaca diujung mega-mega menjelma menyeret duka yang hampir binasa menyeruap kelabui mata hingga perih seolah hal biasa maka cinta...biarlah begini adanya :)

Rindu

gelap mulai merayap, mendekap rindu yang sekarat, berteman sepi dan Luka, ku temukan tak da siapa-siapa, berguling diatas tumpukan kenangan berserakan, Tak begitu banyak namun cukup menyesalkan, kembali ku gali, Mimpi-mimpi yang blm sempat terbeli, hampir aku lari dari ini, tapi sosokmu mebelenggu, Bias wajahmu merayu, ku sapu rindu bercampur debu, ku buang bayang yg berceceran, karna cintamu tak bisa lagi kujamu diantara badai nan merdu,

aku dan kamu

Gambar
salahkan aku yang tak hadir lebih dulu salahkan aku yang terlambat bertemu denganmu tapi jangan salahkan jika padamu hati ini ku jatuhkan jangan salahkan tentang segala rindu yang kurasakan sebab jika aku bisa, aku tak kan memilihnya,  memilih rasa yang beberapa orang menganggapnya dosa aku sudah berusaha menyikapi dengan bijaksana tapi apa daya jika ini tentang cinta dan cinta bukan milik kita Tuhan menggariskan kita untuk tidak dijalan yang sama kau sudah denganya maka jangan jdikan aku sebagai pihak ketiga karna aku pasti disalahkan oleh mereka mereka yang tak tau apa-apa mereka yang hanya melihatku sebagai orang ketiga mereka yang menganggapku hina mereka yang akan melihatku dengan rendahnya dan mereka juga yang akan mencaciku tanpa iba karna mereka tak tau yang ku rasa mereka pun tak tau yang kau rasa mereka tak tau apa-apa mereka tak mengerti apapun juga mereka hanya tau kita tanpa mengerti alur yang sebenarnya mereka hanya tau kita tanpa paham cerita ya...

keliru

Gambar
sudah kunyatakan cinta, kuperjuangkan rindu,membunuh ragu dan memulai langkah kecil tuk berusaha menemukanmu. tapi apa balasmu??kenapa mesti kau dustakan jika tak pernah ada yang kau rasakan, aku bukan tak bisa menerima kekalahan, aku hanya belum siap untuk kembali kehilangan. sementara asa terus kau bumbungkan, lalu siapa yang harus disalahkan?. dirimukah sayang, yang mencoba hadirkan bayang tanpa ingat membawanya pulang, ataukah aku, yang terlalu erat memeluk harap hingga lelap. inikah yang dulu kau janjikan, atau ini yang dulu sempat kita rencanakan, belum juga aku paham, tentang sederet luka yang kau hadirkan, tentang sepanjang jalan yang harus ku lewati dengan tangisan, benarkah ini yang kau inginkan? bisakah kita rubah, bisakah kita kembali mencoba perbaiki yang salah, aku lelahh..., aku gundah..., dan aku pasrah..., namun jawab tak juga ku jamah.

kau

Gambar
aku berhenti disini ditengah-tengah rindu yang menari mengemban mimpi di basah hujan sore ini sedang menangisi segala yang terjadi hingga malam menghapus pelangi gambarkan kisah perih menggores hati sendiri menikmati sakit kau hianati belum juga kau mengerti bagaimana bisa denting irama tak lagi senada sementara pemainya masih sama dramanyapun masih mengisahkan tentang kisah luka bagaimana bisa riuh gemuruh kau anggap teduh sementara aku semakin rapuh memelukmu yang kian angkuh bagaimana bisa wahai cinta?? sementara harganya kau tawar dengan dusta

kesalahan

Gambar
Tak terbaca rindu di dingin yang memelukku Tak terdengar panggilmu dari angin yang menerjangku Dimana kamu?? Ketika butir peluh menetes memohon hadirmu Ketika degub jantung meronta beringin pelukmu Malam kian menelan dengan jalang Hitam mencambuk begitu kejam Masih ku coba tau yang kau rasakan Masih ku harap dirimulah yang dihadirkan Tuhan Senyap menjilat, Sepi merayap, Menghajar harap yang tak lagi kuat Menyeret mimpi yang enggan hinggap Belum juga sosokmu tersirat Ataukah semua tak lagi kau ingat?? Tentang kisah yang laknat Tentang cinta yang keparat Atau mungkin harapku yang terlalu bangsat !!

sesal

Gambar
menjunjung akal pada kegilaan yang waras meredam tangis dalam mimpi yang manis merangkai sisa-sisa harap menggali rindu yang mengendap menakar hati menimbang janji hingga bayangpun tak kutemui dalam cinta yang tandus dalam kenangan yang kian aus penantianpun tergerus bagai getah terjarah pada batang-batang pinus kau lupa kau tak ingat sempat kita bersama pernah kita terikat pekat lalu kupeluk kau dimalam yang hangat kini tersudahi kini terlukai terkulai tanpa arti.

entah

tersirat ragu diantara dinding-dinding yang bisu, teraba merdu lewat angin yang berseteru, dalam benak rindu kujamu, dalam harap cinta kupadu, demi bisa merayumu, demi balas terucap olehmu, langit malam kian menghitam, merobek sisa-sisa lamunan, adakah butiran kristal yang kau inginkan? sementra sudut-sudutnya tak mampu lagi terteteskan, disini yang setia hanya warna merah, mengalir menghimpit amarah, di tiap-tiap nadi yang basah, membujuk api disetiap celah.