Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2015

Pasrah

Kita, di ujung selaksa. ada luka, setia menumpuk di dada, rongga-rongga menahan perih luar biasa. Rahasia hanyalah kata, lebih jauh yang terlewat adalah gaduh, di persembunyian yang teduh, di batas penantian yang tangguh, pada jalur-jalur sepuh. Perapian menyala, membara sekejap binasa, meninggalkan noda, dengan debu menebar dimana-mana. Rintik jatuh, serupa peluh, melapisi tandus yang runtuh, tak tersentuh. Warta tertuang, kisah terbuang, dalam gersang. Melodi menggema, pelangi menyala. Tapi entah di kehidupan yang mana. Sebab sekarang cukup pada terang nan redup, asal hidup, semua terasa patut.

Sutradara Cinta

Pernah kau kata, kita akan baik-baik saja Pernah kau kata, selamanya kita akan bersama Iya, pernah kau katakan itu semua Pada hujan yang berjatuh di sela pelukan Pada badai yang menerjang ditengah kehangatan Di dingin pagi dan gelap malam Sekedar saja aku adalah persinggahan Merongrong pahit di setiap kerapuhan Diantara kebahagiaan dan kebodohan Didalam tawa dan kemunafikan Kita ciptakan kepalsuan di sepanjang jalan Kita bangun istana dusta sebagai tempat tinggal Ironi memang, Tapi apalah yang bisa aku tentukan Sementara kejujuran tak kunjung kau wartakan Bagian mana yang dapat aku jelaskan Sedang aku hanya menjalankan peran Kau lebih berkuasa Kau penentu alurnya Jadi selain menduga Tugasku hanya 'menerima' ketentuan cerita.

Aku Kalah

Sayang... Kupikir hanya musim cinta yang kali ini datang Nyatanya duka tak luput bertandang Kukira sebatas bahagia yang tertuang Namun pedih juga tumpah berserakan Sayang, Ingin rasanya aku mengulang Pada bait yang bagi kita seolah peluang Pada lembar yang kuterka tentang kebahagiaan Aku sama sekali tidak paham Sampai pada saat semua tak mungkin diteruskan Pada masa segalanya tak bisa lagi kita selesaikan Sebab tak ada lagi yang dapat diperjuangkan Tak sedikitpun untuk kita sisa ruang Jalan memang tak begitu terjal Badai juga tak sehebat perkiraan Tapi sayang, Dalam hidupmu ada yang lebih dulu Di perjalananmu ada yang hadir sebelum aku Aku lelah, meski bagiku ini tak salah Namun biarlah, sudah semestinya aku yang mengalah.

Biarlah

Entah ini duka yang seperti apa Kala luka-lukanya tak sanggup lagi bercerita Entah ini tangis yang bagaimana Saat air mata jatuh begitu derasnya Tanpa suara, Tanpa tanda, Berlinang begitu saja, Mengalir tanpa aba-aba Aku bukan sedang menunjukan penyesalan Hanya udara yang kuhela berubah menyesakkan Aku tidak sedang mempermasalahkan kesalahan Akan tetapi perubahan yang tersaji terlalu mengejutkan Biar, Biarlah peluh ini berlayar Berlabuh dikala rapuh Biar, Biarkan terus berjalan Menempuh getir hingga perbatasan Hingga lupa pada sakit yang tak henti menjalar Maka biar...